Batavian, Peristiwa ini terjadi pada tahun 1740. Suatu peristiwa merah berdarah yang berhubungan dengan Kali Besar. Selama beberapa waktu, para imigran Tionghoa banyak yang datang ke Kota Batavia menjadi pekerja buruh industri gula, sehingga lama kelamaan mengakibatkan kelebihan sumber daya manusia dan banyak buruh yang tidak mendapat pekerjaan alias menganggur di tahun 1730.
Kejatuhan industri gula pada saat itu pun memengaruhi suplai dunia akibat membludaknya gula Malabar (India), yang berakibat semakin banyaknya pekerja Tionghoa yang menganggur kala itu. Akibatnya, VOC merespons dengan serangkaian penahanan dan deportasi imigran Tionghoa serta memberlakukan sistem izin huni yang mewajibkan seluruh orang Tionghoa di Batavia untuk membawa bukti administrasi, jika tidak akan terkena risiko penahanan.
Kenaikan jumlah penahanan imigran Tionghoa di bawah sistem baru, penahanan semena-mena oleh VOC, dan kombinasi dengan praktek korupsi dan pungli yang memeras kaum Tionghoa, memicu kalangan buruh Tionghoa untuk bereaksi dengan mempersenjatai diri dan kemudian menyerang pabrik gula untuk melampiaskan kemarahan mereka terhadap VOC. Mereka terus bergerak kemudian melanggar perbatasan tembok kota, dan berniat melakukan serangan umum.
Namun, Batavianers, serangan itu dengan mudah dipatahkan oleh VOC yang lebih unggul persenjataannya. Tanggal 9-10 Oktober 1740 VOC di bawah komando Gubernur Jendral Adriaan Valckenier dan kolaboratornya, melampiaskan dendam dengan menyerang pemukiman dan pusat bisnis Tionghoa yang dihuni kurang lebih 7.000 orang Tionghoa. Estimasi total korban tewas di seluruh Batavia sendiri paling sedikit 10.000 orang. Pemerintah VOC memang tidak memerintahkan pembantaian secara resmi, namun membiarkan aksi pembantaian itu terjadi. Di tahanan kota saja, 500 orang Tionghoa juga digiring satu persatu untuk ditembak mati. Selama seminggu, Batavia penuh dengan api dan Kali Besar serta beberapa kanal di Batavia dibanjiri dengan darah dan mayat orang Tionghoa…hii, ngeri banget ngebayanginnya!
Populasi Tionghoa pun berkurang drastis sejak Pembantaian 1740 itu. Bayangin, di tahun 1739, orang Tionghoa di dalam kota Batavia yang semula berjumlah 4.199 jiwa, hanya tersisa 112 orang saja setelah peristiwa itu! Di tahun yang sama, orang Tionghoa yang berada di pinggiran Batavia pun menyusut dari 10.574 jiwa menjadi hanya 1.826 jiwa. Pembantaian 1740 juga merubah komposisi demografi kota secara drastis. VOC tidak lagi mengizinkan orang Tionghoa di dalam kota, walaupun jumlah populasi mereka di pinggiran kota berangsur-angsur pulih.
Source
Kejatuhan industri gula pada saat itu pun memengaruhi suplai dunia akibat membludaknya gula Malabar (India), yang berakibat semakin banyaknya pekerja Tionghoa yang menganggur kala itu. Akibatnya, VOC merespons dengan serangkaian penahanan dan deportasi imigran Tionghoa serta memberlakukan sistem izin huni yang mewajibkan seluruh orang Tionghoa di Batavia untuk membawa bukti administrasi, jika tidak akan terkena risiko penahanan.
Kenaikan jumlah penahanan imigran Tionghoa di bawah sistem baru, penahanan semena-mena oleh VOC, dan kombinasi dengan praktek korupsi dan pungli yang memeras kaum Tionghoa, memicu kalangan buruh Tionghoa untuk bereaksi dengan mempersenjatai diri dan kemudian menyerang pabrik gula untuk melampiaskan kemarahan mereka terhadap VOC. Mereka terus bergerak kemudian melanggar perbatasan tembok kota, dan berniat melakukan serangan umum.
Namun, Batavianers, serangan itu dengan mudah dipatahkan oleh VOC yang lebih unggul persenjataannya. Tanggal 9-10 Oktober 1740 VOC di bawah komando Gubernur Jendral Adriaan Valckenier dan kolaboratornya, melampiaskan dendam dengan menyerang pemukiman dan pusat bisnis Tionghoa yang dihuni kurang lebih 7.000 orang Tionghoa. Estimasi total korban tewas di seluruh Batavia sendiri paling sedikit 10.000 orang. Pemerintah VOC memang tidak memerintahkan pembantaian secara resmi, namun membiarkan aksi pembantaian itu terjadi. Di tahanan kota saja, 500 orang Tionghoa juga digiring satu persatu untuk ditembak mati. Selama seminggu, Batavia penuh dengan api dan Kali Besar serta beberapa kanal di Batavia dibanjiri dengan darah dan mayat orang Tionghoa…hii, ngeri banget ngebayanginnya!
Populasi Tionghoa pun berkurang drastis sejak Pembantaian 1740 itu. Bayangin, di tahun 1739, orang Tionghoa di dalam kota Batavia yang semula berjumlah 4.199 jiwa, hanya tersisa 112 orang saja setelah peristiwa itu! Di tahun yang sama, orang Tionghoa yang berada di pinggiran Batavia pun menyusut dari 10.574 jiwa menjadi hanya 1.826 jiwa. Pembantaian 1740 juga merubah komposisi demografi kota secara drastis. VOC tidak lagi mengizinkan orang Tionghoa di dalam kota, walaupun jumlah populasi mereka di pinggiran kota berangsur-angsur pulih.
Source
0 komentar:
Posting Komentar